Sore itu, hujan membasahi kota ku. Aku berteduh di warung kopi sederhana milik teman seperjuangan SMU ku dulu, sebut saja namanya Mbejeng.
Menenggak secangkir kopi hangat dan sebatang rokok di kala hujan bagiku adalah sesuatu yg mempunyai kenikmatan tersendiri,apa lagi suasana hati sangat bisa diajak berkompromi karna kemaren aku bertemu dengan tambatan hati yang sudah 1 th tidak bertemu.
Setelah setengah jam aku berdiam diri, karna Warung saat itu sedang ramai, Mbejeng sibuk melayani permintaan pengunjung, aku putuskan untuk menulis sebuah puisi, ungkapan rasa gembira di hati dan mempostingnya ke akun Facebookku, dengan tujuan agar si dia membacanya dan tau betapa berarti dirinya bagi ku
Siang itu Matahari begitu ceria, hingga langit melarang mendung tuk datang.
Waktu memperlambat larinya, agar malam tidak sesegera mengusir pertemuan ini.
Mungkin ia bosan selalu menjadi kambing hitam dari perpisahan.
Pertemuan sebentar ini telah meruntuhkan bilik bilik sekat yg mengkungkung rindu dalam hati.
Kuberanikan diri untuk menatap matanya walau jantung meronta ronta.
tak ada yg bisa aku ucapkan selain rasa terima kasih karna Tuhan mau merestui pertemuan itu.
Tak lama berselang, Mbejeng mengampiri ku dan bertanya, "Kenapa lo, senyum senyum sendiri?" aku pun menceritakan kisah pertemuan ku dengan si Dia kemaren, lalu menunjukan puisi, yg baru saja selesai aku posting di mensosku.
"Langit tak perlu menjelaskan, bahwa dirinya tinggi" saut Mbenjeng, setelah membaca puisiku, sambil berlalu menghampiri pelanggan tanpa sempat membiarkan aku mendengarkan penjelasannya.
kata kata itu tiba tiba begitu menohok ku, seakan akan Mbenjeng sedang menyindirku, yang selalu ekpresif dalam menyikapi apa yg dirasakan hati.
Mungkin Mbenjeng ingin menyampaiakan
bahwa Cinta sejati tidak dinilai dengan kata kata melainkan dari tindakan dan perbuatan
Br/Pr
Tidak ada komentar:
Posting Komentar